Thursday, January 17, 2013

Meneladani Rasulullah


Dalam sebagian besar masyarakat, penyambutan maulid Nabi Muhammad SAW  Sering di adakan sebuah perayaan.
          Ini merupakan bentuk dari kecintaan umat Islam terhadap Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi terkadang acara yang kita adakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad yang digelar, sering hanya berakhir sebagai formalitas ritual belaka tanpa sedikitpun meninggalkan bekas bagi kita Umat Islam. Kecintaan kita kepada baginda Rasulullah sering hanya berakhir pada tataran ucapan saja, tidak sampai pada tataran aksi atau mengambil contoh dan teladan dari Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Padahal kata peringatan selain bermakna untuk mengingat jasa dan perjuangan baginda Rasulullah juga bermakna untuk mengingatkan kita sudah seberapa jauh kita mencontoh perikehidupan yang dilakukan oleh Rasulullah dalam kehidupan kita sehari-hari. Sudah sesuaikah tindakan kita hingga pantas disebut sebagai umatnya Nabi Muhammad?
          Dalam al-Qur’an kita bila berbicara mengenai Rasulullah kita tidak diajak untuk hanya membaca sejarah hidup beliau akan tetapi diajak untuk meneladani perilaku beliau yang merupakan sebaik-baik teladan.
          Mungkin kita masih sering meninggalkan shalat lima waktu, padahal Nabi senantiasa melaksanakan shalat lima waktu di masjid, dan menambah dengan shalat-shalat sunnah lainnya hingga lututnya menjadi bengkak, beliau mengatakan: Ju’ila qurata ‘ayuni fi shalat. Yang artinya: aku jadikan shalat sebagai sesuatu yang menghibur bagiku.
          Shalat merupakan tiang agama, sarana komunikasi hamba dengan Tuhannya, kalau kita jarang shalat, bagaimana permohonan kita akan dikabulkan sedangkan kita tidak berkomunikasi dengan Allah SWT? Shalat merupakan perbuatan yang dicintai oleh Allah SWT, Dalam hadis Nabi bersada: Ayyu ‘amalin Ahabbu Ilallah qaala: ashalatu ‘alal waqtiha, qultu tsumma ayyun?….
          Berapa sering kita membaca al-Qur’an? Setiap hari? Seminggu sekali? Sebulan sekali atau hanya kalau ada acara kematian atau peringatan lainnya saja, yaitu dengan membaca surat yasin?
          Ibnu Abbas meriwayatkan, ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw. “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal. Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al-Qur’andari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal. (HR. Tirmidzi)
          Generasi sahabat dapat menjadi generasi terbaik (baca; khairul qurun) adalah karena mereka memiliki ihtimam yang sangat besar terhadap Al-Qur’an. Sayid Qutub dalam bukunya Ma’alim Fii Ath-Thariq menyebutkan tiga faktor yang menjadi rahasia mereka mencapai generasi terbaik seperti itu.
          Pertama karena mereka menjadikan Al-Qur’ansebagai satu-satunya sumber pegangan hidup, sekaligus membuang jauh-jauh berbagai sumber-sumber kehidupan lainnya. Kedua, ketika membacanya mereka tidak memiliki tujuan-tujuan untuk tsaqafah, pengetahuan, menikmati keindahan ataupun tujuan-tujuan lainnya. Namun tujuan mereka hanya semata-mata untuk mengimplementasikan apa yang diinginkan Allah dalam kehidupan mereka. Ketiga, mereka membuang jauh-jauh segala hal yang berhubungan dengan masa lalu ketika jahiliyah. Mereka memandang bahwa Islam merupakan titik tolak perubahan, yang sama sekali terpisah dengan masa lalu, baik yang bersifat pemikiran ataupun kebudayaan.Tilawatul qur’an; itulah kunci utama kesuksesan mereka.
          Nabi Muhammad SAW bersabda: “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat. (HR. Muslim), dalam hadis yang lain beliau bersabda: “Barangsiapa membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya, Allah memakaikan pada kedua orang tuanya di hari kiamat suatu mahkota yang sinarnya lebih bagus dari pada sinar matahari di rumah-rumah di dunia. Maka bagaimana tanggapanmu terhadap orang yang mengamalkan ini.” (Riwayat Abu Dawud)
                    Dalam perilaku kita sehari-hari sudah sesuaikah dengan sebutan kita sebagai umatnya Nabi Muhammad. Jangan sampai perbuatan kita malah mencoreng Nama besar Nabi Muhammad SAW.
          Sering terjadi suami yang menganiaya istrinya, berlaku kasar, berbicara yang kotor, padahal nabi Muhammad SAW tidak pernah menurunkan tangan kasar ataupun kata-kata kasar kepada istri dan anak-anaknya.
          Siti Aisyah, Istrinya berkata: “Ia tidak pernah memukul anak-anak, ia tidak
pernah juga memukul pembantunya dan iapun tidak pernah memukul wanita !”
          Suatu malam, beliau terlambat pulang kerumahnya dan setelah pintu diketuknya berulang-ulang, Siti Aisyah tidak juga terbangun dan membuka pintu.
Maka tidurlah ia diberanda rumahnya sampai pagi, dijadikannya serbannya sebagai alas tidur dan dijadikannya lengannya sebagai bantal.
          Ketika subuh, Siti Aisyah kaget melihatnya dan ia bertanya kenapa
Rasulullah tidak membangunkannya. Nabi menerangkan bahwa ia telah mengetuk pintu berulang-ulang, tetapi rupanya Aisyah tidur nyeyak sekali.
“Kenapa tidak engkau ketuk pintu sedikit keras, biar saya terbangun wahai Rasulullah ?” Tanya Aisyah.
          Nabi menjawab dengan tersenyum : “Sedangkan Tuhan yang amat berkuasa atas segala hamba-Nya  tidak mengizinkan engkau terbangun, maka saya yang hanyalah seorang hamba Allah terlebih lagi tidak memiliki hak untuk membangunkanmu, hai Umairah.”
Siti Aisyah kemudian meminta maaf kepada Nabi, tetapi Rasulullah tidak merasa bahwa istrinya itu bersalah, semuanya telah diatur oleh Allah.
          Sudahkah kita menjaga kebersihan hati kita, kebersihan badan kita, kebersihan makanan kita, kebersihan penghasilan kita, karena Nabi senantiasa memperhatikan kebersihan, belau bersabda: an-nazhafatu minal Iman, yang artinya: menjaga kebersihan merupakan tanda keimanan,  Innallah thayyib la yaqbalu illa thayyibah, yang artinya:…..
          Sungguh amat besar perhatiannya kepada semua orang, dan lebih-lebih kepada orang-orang yang hidupnya selalu diliputi kemiskinan. Pada suatu hari raya, belaiau melihat seorang anak yatim menangis, maka wajah beliaupun ikut bermuram durja.
Diangkatnya wajah anak itu dengan tangannya, dibujuknya hatinya yang sedih dan ditawarkannya : Apakah anak itu senang menjadikan dirinya sebagai ayahnya dan Aisyah sebagai ibunya?. Kemudian dibawanya anak itu kerumahnya dan barulah wajah beliau cerah kembali setelah anak tersebut ikut bergembira menikmati hari raya yang mulia.
          Kalau ada temannya yang sakit, maka ia segera berkunjung dan tidak
ditunggunya sampai temannya itu mengalami sakit yang parah.
Berkata Abu Hurairah : ‘Aku telah dikunjungi oleh Rasulullah, padahal aku cuma sakit mata sedikit saja.’
          Al-Qur’an mengingatkan kita, saat kita mengenang Nabi, maka jangan hanya terbatas pada ungkapan  cinta dan pujian di bibir saja, akan tetapi juga dalam bentuk yang konkrit, yang lebih substansial, yaitu dengan menjadikan beliau sebagai contoh dan teladan ketika kita menjalani hidup di dunia ini, bukan pada artis, atau pada siapa-siapa.
          Mudah-mudahan peringatan Maulid Nabi ini, menjadi momentum bagi kita untuk introspeksi diri, sudahkah kita meneladani Rasulullah Muhammad SAW dalam kehidupan kita sehari-hari, sudah pantaskah kita dengan kondisi kita saat ini dinamakan sebagai umat Muhammad?

No comments:

Post a Comment